Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2014

Cermin dan Sumpah Pemuda

“Beri aku sepuluh pemuda, niscya akan kuguncangkan dunia.“ Begitulah kata mutiara putra sang fajar, Soekarno bapak pendiri bangsa. Kalimat tersebut menggambarkan begitu kuatnya pengaruh pemuda menjadi tonggak kemajuan suatu bangsa. Namun ironis, negeri yang dengan jumlah usia produktif yang tinggi, seakan lumpuh dan terseok-seok menuju kemajuan dari segi karakter, ekonomi, politik maupun budaya. Bangsa Indonesia khususnya pemuda menjadi generasi yang semakin pudar karakternya dan semakin tergerus budaya aslinya sebab diterpa budaya asing dan dampak teknologi yang melanda seantero negeri. Godaan teknologi menjadi momok tersendiri bagi penduduk usia produktif bahkan usia dini dalam mempengaruhi pertumbuhan karakternya. Paparan teknologi memang bak pisau bermata dua yang dapat menolong atau bahkan membunuh dirinya sendiri. Bayangkan, di era sebelum negeri ini merdeka tanpa adanya kecanggihan alat teknologi, pemuda mampu bersatu dan bersumpah menjunjung Indonesia satu. Sumatera, Jawa,

Menyasar Kepastian

Awan gelap bercengkrama dengan rinai hujan di langit senja. Orkestra natural membahana. Aku terduduk layu di sudut mihrabku, menunggu limit itu terpecahkan. Aku tiada pernah menikmati kebosanan, bosan yang amat menjemukan. Tiada perkara yang membuatku tuk terus bertahan, di dalam kegalauan, beranjak menyasar kepastian.

Oh Tuhan

Kala itu, semburat sinar kebahagiaan terpancar di wajahnya. Warna-warna yg kian merona melukis pelangi di matanya. Namun... Ia buta akan cita seorang. Kelabu dalam jiwa... Akankah ada cerah di masa depan? Kabut meliputi asa.. Dentuman mulut-mulut manusia memekakkan telinga.. Apa ku cari asa ataukah menjemputnya? Mencari suatu yg belum pasti.. Dan menjemput itu kepastian.. Menerawang masa depan dengan harapan. Membangun mimpi dengan kegigihan. Mengokohkan semangat dengan keyakinan. Tak peduli akan lidah, jika hanya membuat semangat kian patah! Tak peduli akan perlakuan, jika hanya membuat mimpi kian terpudarkan... Oh Tuhan... October 4, 2011 at 8:29pm

Itulah Kenapa

Mungkin itulah mengapa Tuhan menciptakan jiwa manusia dg berbagai unsur. Manusia berjiwa air sering dianggap remeh terlebih oleh mereka yg berjiwa udara & api. Air, jika kau tahu, sedikit akan dicari, banyak akan ditakuti. Tiada yg mampu hidup tanpanya. Tanpa adanya jiwa air dalam diri manusia, niscaya sunyilah dunia. Takkan ada komposer yg mengkomposisikan musik2 indahnya. Takkan ada pemikir, saintis. Takkan ada seni dalam dunia ini. Kau tak akan menemui karya2 indah yg tercipta dari tangan sang melankolis. Kita tak mungkin untuk merubah tempramen dominan dlm jiwa. Tapi kita mungkin & pasti bisa memanfaatkan modal yg telah Tuhan karuniakan.

Kebahagiaan Itu

Hembusan angin menyapa jiwa, pekikan suara yang tak ku suka terdengar, tajamnya menghujam dada, membran timpani serasa bongkah, labirin serasa pecah, getaran koklea serasa begitu besar radiusnya, menahan buliran air mata membasahi wajah, hati kena imbasnya. Ku nikmati dan jalani semua ini sbg tangga menuju derajat yg lbh tinggi. Ku tau mungkin Sang Pencipta tak menginginkanku menyerah dan manja pada keadaan. Keadaan bukanlah penjaraku dalam menembus semesta impian yang telah terangkai dalam angan imajinasi menunggu menjadi nyata. Ku tahu banyak orang yang berharap padaku dan takkn ku sia-siakan harapan mereka itu. Walau ku tahu begitu terbatasnya diriku. Tiada kesuksesan tanpa halangan, tiada kebahagian tanpa cobaan, tiada surga tanpa perjuangan dan pengorbanan. ^_^ senyum ikhlas...

Jawaban Artistik

Kadang aku merasa mati... Tak ingin lagi terbelenggu bayangan semu. Pengap, gelap hitam pekat mewarnai dinding hati dan tak jarang pula gulita menyelinap ke setiap bilik jiwa. Merasa kacau akan semua, lantas salahnya di mana???

(A)ku

Suatu yang tak tampak jika tak ada yang menyinari. Bagaimana jika aku terperangkap di dalam aku? Aku yang bukanlah aku yang sebenarnya, apakah sebenarnya arti aku itu? Apakah karena seringnya meng-aku-kan diri tanpa menyadari siapa dan apa aku itu sebenarnya?

Marginal di Sudut Itu

Seperti termarginalkan di sudut jalan itu. Entah di mana sudut bumi, hingga mampu merasa seakan ada ruang untuk sembunyi. Memakamkan segala keburukan hal yang telah dilakukan, melukiskan keindahan memori yang pernah terlewati. Ada ketika sungai itu berhenti mengalir, tergenang dengan air yang tak bersiklus. Entah stagnan, ataukah...Memaknai arus itu  tanpa intervensi, pastilah tak mampu mengelak dari kesusahan. Tapi apakah sulit itu indikasi tak akan mampunya sesuatu? Indikator itu ada pada kekuatan jiwamu. Hingga betapa buruknya merasa termarginalkan itu? Seburuk kerendahdirian yang tak peka akan anugerah selama ini.

Bukan Hanya Soal Logika Tapi Juga Rasa

Logika dan rasa. Teringat suatu kalimat seorang dosen, "Jika otak itu sebagai CPU, lalu di mana letak programmernya?". Selanjutnya dosen itu menambahkan bahwa psikologi sekuler tidak mempercayai hal yang ghaib, sehingga pemahaman mereka hanya berhenti sampai di situ bahwa otak lah pengendali segalanya. Sementara psikologi Islam memahami bahwa otak itu dikendalikan oleh hati.

Mendadak Medis

Begitu indahnya pagi. Udara segar menembus arteri. Sejuknya singgah di serambi hati. Kicauan burung getarkan membran timpani. Surya kaya nutrisi, katalis fotosintesis penghasil protein nabati. Suasana ini sungguh mengadiksi. Kuratif bagi gundahnya hati. Preventif mendungnya diri. Profilaksis hujannya air mata ini.

Sempit

Selepas gulita yang tenggelam, dalam lamunan mimpi, kini menyongsong fajar harapan, kala mentari masih malu tunjukkan diri... Seonggok daging yang dicipta dengan gumulan rasa, dan merasa sesak di dada. Hei, sempitnya rongga! Lapangkanlah... Luaskan... Besarkan! Bukan untuk kau tinggikan!!! Menghimpit memenuhi celah, sesempit itukah hatimu? dengan hal yang sekecil itu saja telah mampu... Lapangkanlah... Luaskanlah... Besarkan! Bukan untuk kau tinggikan!!! Dan bukalah mata bathin... Sebercak pelita tersimpan di sudut sana. -Di tengah gumulan pikiran di terangnya mentari pagi- Yk, 21/10/14

Gelap

Gelap... Meski gelap, dan bermandikan hujan, di malam ini syahdu bernyanyi. Hanya sekerdip pelita, asalkan hati selalu ada yang menerangi. Perihal apakah ini? Jika rasa memang tak dapat dilogika, kenapa harus dituntut memiliki alasan? Bukankah itu paksaan? Rasa... Sesuatu yang merasuk dalam jiwa, hingga akal tak mampu menjabarkannya. Jika hati telah mati rasa, masihkah hidup yan bernama nurani? Lantas apa yang menjadi pembeda? Itulah dikau... dengan segala keindahan dan rahasia yang dicipta. Apapun itu, ada sesuatu dibalik tabir yang tak tersentuh logika... Hanya bersamanya.. Iya, bersamanya.. -di sudut kerdip cahaya lilin- Yk, 20/10/14

Seketika Itu

Ku tengok hatiku, kenapa bisu? Tak biasanya berkata, Apa karna tak suka? Ku ambil langkah ke belakang, Balik kanan, lambaikan tangan.   Alasan apa yang harus diutarakan, Jika hati tak bisa dipaksakan? Apa ini tantangan intelektual yang kau janjikan? Pikirku bukan. Biarkan.. Iya biarkan..   Sekadar melihat apa warnanya, tanpa harus ku berkubang ke dalamnya.   Gradasi tetaplah menjadi, Tetapi soal rasa dan logika, Ada kalanya tak saling memahami.   Meski kau katakan aku tak bernyali, Aku tak bisa membiarkan hatiku terus terbebani

Resensi ; Menulis Sosok

Judul Menulis Sosok - Secara Inspiratif Menarik Unik No. ISBN 9789797097080  Penulis Pepih Nugraha  Penerbit Kompas  Tanggal terbit Mei - 2013  Jumlah Halaman 216  Jenis Cover Soft Cover  Kategori Promo Buku Kompas Berhadiah  Genre Nonfiksi Text Bahasa Indonesia · Menulis Sosok, Secara Inspiratif, Menarik, Unik Keingintahuan yang tinggi apakah sama dengan istilah anak muda sekarang KEPO (Knowing Every Particular Object) yang membawa seseorang mungkin bisa dibilang nekat atau malah menjurus ke sesuatu yang tidak biasanya. Buku ini mengulas 22 sosok yang memiiki keistimewaan dan keunikan masing-masing. Selain unik,sosok yang diceritakan Kang Pepih begitu sapaan akrabnya juga ispiratif bagi pembaca. Tulisan mengenai 22 sosok inspiratif di buku ini pernah ditulis Kang Pepih di harian Kompas. Buku ini mengulas seperti apa pr

Puisi Sunyi

Menepis kekeliruan yang rusak, bukankah sekadar semiotika yang bergulir di ranah pemikir? Menyentuh sintaksis, frasa yang entah terfragmentasi menjadi bongkahan yang membingungkan. Dan perkara sajak, biarkan naluri yang tajam menerka sebuah makna.. *** Hanyalah puisi sunyi yang tak berarti. Hingga kau tahu nanti, ada rasa yang takkan pernah mati -Tengah terjaga dibalik kantuk yang tertunda

Perkenalan dengan PR Week

Seperti bayi yang baru merangkak kemudian disuguhi gejolak dunia di mana ada orang yang berlari kencang bahkan hingga terjatuh, atau berjalan santai bahkan mundur teratur. Kali ini saya anggap sebagai perkenalan dengan dunia public relations yang sebenarnya, dialami oleh pakar PR level internasional. Beliau telah mnyelenggarakan event International Public Relations Summit (IPRS), seorang Humas dari Universitas Trisakti Jakarta. Banyak sekali wawasan yang saya terima, dan di sini saya tak akan bercerita mengenai materi atau bahasan tentang PR itu sendiri, hanya saja saya ingin bercerita tentang kesan saya mengenai 'gilanya' dunia PR itu. Sebagai mahasiswi yang sebentar lagi akan mengambil konsentrasi PR, maka hal seperti ini penting bagi saya sebagai pandangan untuk melangkah ke depan. Betapa nyesek dan rasanya tantangan untuk menjadi PR sejati itu wow banget! Yaa, itu kan cerita beliau yang selama ini berkecimpung di dunia ke-PR-an. Dengan bahasa Inggris yang amat fasih, f

Coretan Pagi Tanpa Segelas Kopi

Pagi.. tanpa segelas kopi yang kepulan asap dan aroma eksotisnya menyelinap. Hanya ada segelas air putih dan beberapa potong roti. Walau begitupun pagiku tetap miliki euforia tersendiri, tanpa ada stimulus dari kafein. Kali ini aku sedikit terpetakan, masuk ke dalam suatu jurusan yang akan mengantarkan ke tujuan sesiapa yang menjadi penumpangnya. Di dalam perjalanan mestilah disajikan berbagai menu panorama yang menggoda yang pastinya menurut selera masing-masingnya. Hingga aku telah dan tengah berada di sini, mungkin ada sekerdip cahaya yang membuatku selalu ingin mencari tahu di mana sumber cahaya walau hanya setitik di mataku. Apakah sebatas kedipan mata, ah entahlah tapi aku berusaha berjalan melewati sekat-sekat dan bilik yang belum aku ketahui sebelumnya. Ada sesuatu yang menggelitik, namun tak jarang juga ada yang memuakkan hingga membuatku terdampar di ambang kegundahan. Oh, Tuhan.. Oke, satu kunci utama adalah fokus terhadap apa yang aku cintai dan aku pun akan dicinta