A. Pendahuluan
Kalimantan selatan khususnya kota Banjarmasin dikenal dengan julukan kota seribu sungai. Kota ini dibelah oleh sungai-sungai yang membentang sepanjang daerah kota. Sungguh suatu pemandangan yang unik. Berbagai objek wisata sungai, pasar terapung dan pulau kaget misalnya, merupakan aset yang sangat berharga bagi daerah. Keunikan potensi wisata ini sangat sulit ditemukan di daerah lain dan sangat eksotik. Namun, keindahan dan potensi yang luar biasa ini dewasa ini kian hari kian memudar seiring berkembangnya pertumbuhan penduduk dan usia kota.
Pada kesempatan ini yang akan dibahas hanya sebatas masalah sungai yang berada di kota Banjarmasin dan akan dibahas lebih rinci pada bahasan selanjutnya.
B. Pembahasan
Permasalahan sungai di Banjarmasin
Berdasarkan data-data BPS pada tahun 2000, dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235, 87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 %, dibakar 37,6%, dibuang ke sungai 4,9%, dan tidak tertangani sebesar 53,3%. Di Kalimantan Selatan, dengan jumlah penduduk kota 1.347.527 yang tersebar di 11 kota, cakupan yang terlayani oleh adanya pelayan pemerintah dalam pengelolaan sampah hanya 550.017 jiwa atau 40,8% (Bappenas, 2002).
Masalah ini bukanlah hal yang luar biasa lagi untuk kota ini. Di sepanjang jalan ataupun sungai dan selokan menjadi hal biasa ketika kita temukan sampah-sampah turut menjadi bagian hidup. Berbagai upaya dilakukan untuk mengentaskan masalah ini, tetapi hasilnya tetap juga nihil. Dalam dunia pengobatan atau kedokteran kita sering mendengar “penyakit dapat diobati jika diketahui apa penyebabnya.” Sama halnya dengan masalah yang satu ini. Kita harus mengetahui apa akar masalahnya sehingga kita dapat mencari obat yang benar-benar mujarab untuk memulihkan kondisinya. Bukan dengan sembarang mengobati. Sungai pun juga begitu. Sampah-sampah dan kesemrawutan bangunan di sepanjang bantaran sungai, kita cari tahu apa sebenarnya akar masalahnya. Pemerintah dirasa sudah baik dan cukup bijak memberikan semacam denda kepada masyarakat yang melanggar peraturan pemerintah tentang lingkungan. Tetapi tampaknya hal ini kurang efektif dan hanya menimbulkan efek jera yang temporer.
Satu hal yang jarang kita sadari bahwa membuang sampah sembarangan bagi masyarakat Banjarmasin adalah suatu budaya yang turun temurun pada anak dan cucunya. Jika ada seorang warga yang membuang sampah tidak pada tempatnya, hal ini sudah dianggap wajar. Lalu anak dan cucunya ikut membuang sampah sembarangan. Besar ataupun kecil sampahnya sama saja. Walaupun sampahnya kecil tetapi ditumpuk dan dibiarkan terus menerus, tentu sampah akan menggunung. Jika hal ini terus dibiarkan maka secara tidak langsung hal ini menjadi pendidikan bagi penerus generasi bangsa, sehingga tidaklah mustahil bangsa ini akan menelurkan para plagiator ulung dan pelacur intelektual di kalangan pelajar yang akan menjadi cikal bakal koruptor negeri ini.
Dalam hal ini kesadaran masyarakat sendirilah yang menjadi asal penyebabnya. Jika kita tilik budaya masyarakat barat, Jepang ataupun negara tetangga, mereka telah lama menerapkan budaya bersih, tertib dan disiplin. Jauh sekali dengan kita yang lebih terbiasa awut-awutan, kotor, jorok, acuh tak acuh dan egois.
Kesadaran ini berkaitan erat dengan pola pikir masyarakat. Pola pikir masyarakat yang dewasa akan mengarahkan pada kehidupan yang lebih baik karena dalam kedewasan itu ada rasa tanggung Jawab dan di dalam tanggung jawab itu ada nilai-nilai kebijaksanaan, ketaatan, keadilan, kedisiplinan, dan kesanggupan. Jika seorang warga yang membuang sampah sembarangan tadi berfikir dewasa, maka tak akan terjadi imitasi (proses peniruan) ataupun dijadikan suatu hal yang lumrah oleh masyarakat, karena ia akan berfikir panjang sebelum bertindak, apa yang akan terjadi jika perilakunya demikian?
Solusi
Pemerintah hendaknya bersikap serius dan tegas terhadap permasalahan ini. Kita tak hanya perlu peraturan-peraturan tentang lingkungan tetapi kita lebih perlu pada arah pendewasaan pikiran masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai macam penyuluhan, baik di bidang kesehatan maupun perekonomian. Buatlah masyarakat menjadi lebih cinta terhadap sungai yang telah menjadi bagian hidupnya. Sehingga timbulah kesadaran pada diri mereka untuk mencintai sungainya. Dan pemerintah hendaknya lebih tegas menertibkan bangunan liar di bantaran sungai. Objek wisata dikelola lebih baik, sehingga lebih menarik minat wisatawan untuk berkunjung dan secara tak langsung hal ini membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar sehingga ekonomi masyarakat akan meningkat dan akan sinergi dengan peningkatan kesehatan di setiap lapisan masyarakat. Terlebih lagi alam yang dimiliki kota Banjarmasin sangat berpotensi dan bisa dibilang eksotis. Jadikan sungai sebagai aset yang sangat berharga untuk kehidupan yang lebih baik. Perubahan memang perlu proses, tetapi dengan keseriusan kita bersama, yakinlah semua akan bisa.
Referensi:
dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar