Pagi itu di akhir semester empatku, meskipun tak banyak persiapan namun modal yakin dan doa ibu ku beranikan diri melangkah ke Gedung Grand Pasific (barat gedung TVRI Jogja). Masih sepagi itu, beriringan di jalan dengan pejuang-pejuang beralmamater beraneka rupa di kota pelajar ini. Perasaan ragu, cemas, minder dan nekat berbaur dalam diriku. Bagaimana bisa? Apakah mungkin?
Bathinku semakin bergemuruh dan mentalku diuji ketika melihat ribuan peserta (sepertinya) memadati gedung itu, terlebih lagi peserta dari kampusku hampir setengah dari total keseluruhan peserta.
"Hei Tik! Kok kamu daritadi diem aja sih? Biasanya ceriwis banyak cerita," celetuk teman yang tampaknya keheranan.
"I..iyaa.. nggak kok, cuma dikit nervous," jawabku singkat.
Akhirnya pertarungan dimulai. Lebih tepatnya bertarung dengan kemampuan dan mental yang dimiliki diri sendiri. Sebenarnya aku sangat sangat malas, lebih tepatnya belum mau mengabari kedua orang tuaku terutama ibuku perihal aku mengikuti sesuatu seperti ini. Tapi entah dari hati terdalam serasa tergerak untuk memerintahkan jari-jariku untuk mengirimkan pesan singkat kepada ibuku yang jauh di seberang pulau di sana. Aku hanya bisa jujur sesuai apa yang aku rasakan bahwa pada saat itu aku sungguh-sungguh merasa kecil di antara ribuan mahasiswa yang luar biasa di kota ini. Namun ibuku menjawab, "Berusaha dong. Ibu mendoakan dari sini."
Mataku seperti penuh terisi hendak menumpahkan bulir-bulir yang bening di wajahku. Tapi sekuat tenaga ku tahan, sebab saat itu aku berada di kerumunan. Jika saat itu aku hanya sendiri, entah mungkin luapan emosi takkan terbendung lagi.
*Nantikan keberlanjutan kisahnya di episode 2 Beswan Djarum selanjutnya....
Bathinku semakin bergemuruh dan mentalku diuji ketika melihat ribuan peserta (sepertinya) memadati gedung itu, terlebih lagi peserta dari kampusku hampir setengah dari total keseluruhan peserta.
"Hei Tik! Kok kamu daritadi diem aja sih? Biasanya ceriwis banyak cerita," celetuk teman yang tampaknya keheranan.
"I..iyaa.. nggak kok, cuma dikit nervous," jawabku singkat.
Akhirnya pertarungan dimulai. Lebih tepatnya bertarung dengan kemampuan dan mental yang dimiliki diri sendiri. Sebenarnya aku sangat sangat malas, lebih tepatnya belum mau mengabari kedua orang tuaku terutama ibuku perihal aku mengikuti sesuatu seperti ini. Tapi entah dari hati terdalam serasa tergerak untuk memerintahkan jari-jariku untuk mengirimkan pesan singkat kepada ibuku yang jauh di seberang pulau di sana. Aku hanya bisa jujur sesuai apa yang aku rasakan bahwa pada saat itu aku sungguh-sungguh merasa kecil di antara ribuan mahasiswa yang luar biasa di kota ini. Namun ibuku menjawab, "Berusaha dong. Ibu mendoakan dari sini."
Mataku seperti penuh terisi hendak menumpahkan bulir-bulir yang bening di wajahku. Tapi sekuat tenaga ku tahan, sebab saat itu aku berada di kerumunan. Jika saat itu aku hanya sendiri, entah mungkin luapan emosi takkan terbendung lagi.
*Nantikan keberlanjutan kisahnya di episode 2 Beswan Djarum selanjutnya....
Komentar
Posting Komentar