Bagai mentari yang beku. Panas membara di dalam namun belum mampu meledakkan amarahnya.
Entah atas dasar ketidakmampuan apa?
Gemeretak gigi terdengar lantang, suara hati membahana, jiwa menggelora biaskan milaran intuisi tak teraba, entah seaneh apa, tapi itulah...
Terkadang yang diimpikan terasa memudar seiring atmosfer yang selimuti hari.
Namun apa jika impian mimpi ini begitu panas, sepanas bara yang hendak melontarkan bunga-bunga api. Akankah untuk selamanya menjadi raga bagai tak bernyawa?
Arrrgggghhh! Itu gila!!! Mana ada penyerahan seperti itu!
Meskipun jika segalanya serba rahasia, itu karena aku tak inginkan lagi mulutku yang membuktikan hingga buih di lautan pun ku kalahkan. Namun aku merindukan bukti nyata agar semua mempercayai apa yang ku impikan, apa yang ku pilih, dan apa yang selama ini ku sembunyikan. Itu agar kau tahu!
Aku sadar di mana tempat yang mendidikku untuk menjelma sebagai aku yang sebenarnya dan di mana pula tempat yang membuat aku berpura-pura menjadi aku yang kuat, tabah, dan terinjak oleh dugaan yang tak berujung.
Hal-hal yang dianggap remeh temeh sepeerti itu.
Terkadang aku pun mencintai akan limit. Aku tersadar dengan adanya limit yang ku tetapkan pribadi, mampu membuatku menjadi seolah tak berlimit.
Aku hanya ingin meninggalkan nama baik.
Aku yang sebenarnya bukanlah aku yang kau dengar, tapi aku yang kau lihat dan rasakan.
Hingga dinding pun ku sorot menjadi berkata dan tak jarang pula meneriakkan untuk menjemput impianku.
Vertigo kah kau membaca tulisan ini? Maaf aku tak bermaksud. Karena inilah isi hatiku....
Entah atas dasar ketidakmampuan apa?
Gemeretak gigi terdengar lantang, suara hati membahana, jiwa menggelora biaskan milaran intuisi tak teraba, entah seaneh apa, tapi itulah...
Terkadang yang diimpikan terasa memudar seiring atmosfer yang selimuti hari.
Namun apa jika impian mimpi ini begitu panas, sepanas bara yang hendak melontarkan bunga-bunga api. Akankah untuk selamanya menjadi raga bagai tak bernyawa?
Arrrgggghhh! Itu gila!!! Mana ada penyerahan seperti itu!
Meskipun jika segalanya serba rahasia, itu karena aku tak inginkan lagi mulutku yang membuktikan hingga buih di lautan pun ku kalahkan. Namun aku merindukan bukti nyata agar semua mempercayai apa yang ku impikan, apa yang ku pilih, dan apa yang selama ini ku sembunyikan. Itu agar kau tahu!
Aku sadar di mana tempat yang mendidikku untuk menjelma sebagai aku yang sebenarnya dan di mana pula tempat yang membuat aku berpura-pura menjadi aku yang kuat, tabah, dan terinjak oleh dugaan yang tak berujung.
Hal-hal yang dianggap remeh temeh sepeerti itu.
Terkadang aku pun mencintai akan limit. Aku tersadar dengan adanya limit yang ku tetapkan pribadi, mampu membuatku menjadi seolah tak berlimit.
Aku hanya ingin meninggalkan nama baik.
Aku yang sebenarnya bukanlah aku yang kau dengar, tapi aku yang kau lihat dan rasakan.
Hingga dinding pun ku sorot menjadi berkata dan tak jarang pula meneriakkan untuk menjemput impianku.
Vertigo kah kau membaca tulisan ini? Maaf aku tak bermaksud. Karena inilah isi hatiku....
Komentar
Posting Komentar