Langsung ke konten utama

"Ngeli ning Ora Keli" (Menyoal Generasi Millenial)

Siapa coba yang nggak tahu sama instagram ? Iyups, salah satu media sosial (nanti disingkat medsos aja) yang lagi happening banget digandrungi netizen. Kalo diperhatikan sih hampir semua elemen yang jadi "pecandu" medsos ini. Apalagi makin kesini fitur-fiturnya selalu diupdate dan makin menarik aja nih. Kita nggak cuma bisa unggah foto sama video tapi juga bisa bikin live video macam artess apa pejabat penting gituu yang mau konfrensi pers atau sekadar meet and greet lewat dumay (baca : dunia maya). Yoiii, semua itu karena instagram udah melengkapi dengan fitur instastory-nya. Pastinya kemajuan dan semakin menariknya teknologi internet khususnya di medsos ini punya kelebihan dan kekuranga dong. Nah ini dia yang mau aku bahas, ya unek-unek aku prbadi ajalah selama menjadi user dan pengamat, elaah... 

Contoh 1 : Instastory-ku, bisa dibikin sekreatif mungkin
Sebenernya aku mau bahas soal personal privacy di Instagram (baca : IG) ini. Lebih spesifik lagi mari kita bahas dari instastory aja. Sebelumnya aku mau ngajak flashback ke era 90-an deh, di mana waktu itu aku masih keciiiiil bangeet dan sedikit mengingatlah gimana dulu masa SD. Sebelum internet menjamah ke segala lapisan masyarakat sekarang ini. Dulu sewaktu masih kecil masih asyik-asyiknya main buku diary, tuker-tukeran kertas binder, dan nggak punya apa itu handphone apalagi smartphone. Intinya belum masuk era millenial, belum kenal namanya dunia digital. Dulu segala hal yang menyangkut pribadi sifatnya privasi banget. Inget kan, buku diary aja sampe dibikin gembok gitu. Sama sekali nggak ada kepikiran buat ngshare kehidupan pribadi apalagi galau-galau yang rada gaje gitu ke orang lain, rasanya cuma pengen disimpen sendiri. Prinsipnya sih biarkan Tuhan, aku dan buku diary-ku yang tahu. wkwk

Contoh 2 : Isegn aja story nya

Oke, masuk ke era millenium nih, tahun 2000-an lah. Sedikit demi sedikit kita sudah mengenal dunia digital. Medsos makin berkembang, kita beramai-ramai jadi user-nya, tukeran akun, add sana-sini, follow-follow back, dst. Aku mau fokus bahas ke IG aja. Tapi sebelumnya aku mau ngasih tau sedikit wawasanku tentang generasi millenial ini. Dunia digital adalah dunianya generasi millenial, jadi wajar jika generasi ini susah bangeet kalo dipisahkan sama yang namanya koneksi internet, lha internet udah kayak soulmate. Generasi millenial ini bisa dikatakan mereka adalah digital native. Mereka fasih banget kalo soal perkembangan teknologi terutama internet. Apa-apa sekarang ini bisa diupload ke medsos bahkan tanpa pikir panjang. Ya nggak cuma unek-unek isi hati sama isi pikiran aja sih, sampe ke isi kamar, isi lemari juga diperlihatkan di instastory. Hmm,, yaa nggak apa-apa siih, asal udah dipertimbangkan aja apa kurang lebihnya, dan apa niatnya. Nah semacam itu sih, hadirnya instastory semacam bisa jadi media seseorang untuk mengitip kehidupan orang lain yang nggak segan-segan ngshare apapun yang lagi dia kerjain.

Contoh 3 : Bikin story dulu lah, kan habis bayar spp ceritanya
Benang merahya sih ya nggak apa-apa kalo emang public figure dimana banyak orang yang pengen kepo soal kehidupannya, ya mungkin dia punya kharisma atau power untuk mempersuasi orang bahkan menginspirasi. Tapi coba kalo misal cuma aku yang bukan siapa-siapa ini terus ngshare hal-hal pribadi yang kayaknya nggak layak jadi konsumsi publik. Duh, kebalikan banget ya sama zaman SD dulu. Tapi ya nggak bisa dipungkiri, aku juga terjebak di kondisi ini. Di satu sisi kudu jadi orang yang "ngumumi" biar nggak ketinggalan arus perubahan teknologi informasi, tapi di sisi lain makin kesini makin tipis ruang privasi. Aku menggangap semacam ada candu di medsos yang entah rasanya susah untuk berpindah bahkan berpisah jika sudah terjerat (sebab kebiasaan). Aneh ya? Mungkin kalo ada yang meneliti topik semacam ini bisa jadi perbincangan yang menarik nih. Bahas aja soal self diclosure lah, enath dari sudut pandang komunikasi, sosiologi atau psikologi. 

Contoh 4 : Insiden yang beginipun bisa dijadikan story biar drama aja sih

Pada intinya aku selalu ingat pepatah "Ngeli ning ora keli". Ikut arus tapi tidak hanyut. Hmm,,  yaa begitulah kira-kira artinyaa......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekilas Bahasa Dunia

Bahasa merupakan alat/teknologi komunikasi yang pertama dan paling penting digunakan dalam interaksi. Entah bagaimana sejarah bahasa hingga bisa tercipta berbagai macam bahasa bahkan tak terhitung bahasa yang ada di dunia. Dalam satu negara saja sudah terdapat beberapa bahasa contohnya Indonesia yang kaya akan bahasa daerah. Jadi kemampuan orang Indonesia itu ternyata sebanding saja dengan kemampuan orang Barat misalnya yang mampu berbahasa Inggris, Jerman, Perancis dst. Sementara banyak juga orang Indonesia yang bisa banyak bahasa seperti bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Madura, Batak, dsb. Berbicara tentang bahasa dunia, bahasa Inggris tentunya merupakan bahasa kunci untuk membuka gerbang dunia internasional. Bukannya untuk melupakan atau tidak mencintai 'bahasa ibu' sendiri, namun bahasa Internasional dirasa begitu penting untuk dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan wawasan di ranah dunia.  Banyak orang berlomba-lomba untuk dapat menguasai bahasa Inggris, baik mela...

Kisah Kita yang Takkan Pernah Pupus Seperti Pohon Pinus

Makna kebersamaan yang tak pernah pupus, kokoh berdiri tegak dan lurus layaknya pohon pinus :) Wow! Pohon pinus. Aduuh gimana nih kalo tiba-tiba melankolis terus kesannya malah romantis? -_- hehe.. Tapi juga nggak begitu amat. Oke itu cukup jadi intro :p Ini merupakan perjalanan kita selepas dari Bumi Langit. Ini lah hutan pinus yang terletak di perbatasan Dlinggo, Bantul-Imogiri. Asri, sejuk dan aroma pinus ini menyusuri serambi dan bilik hati (kayak darah di jantung aja!). hehehe...

Watu Lawang, Poktunggal, 'Wani Perih' Bersama...

  Pantai Watu Lawang Pagi yang mendung dan penuh harapan ini beranjak menuju suatu yang telah lama diagendakan. Berselang berjam-jam dengan hambatan ini dan itu, tepatnya ketika matahari berada di atas kepala, satu per satu pantai-pantai di Gunung Kidul terlihat hingga akhirnya berhenti pada pantai ini. Pantai Watu Lawang, baru ini mendengar namanya. Meskipun dari nama mungkin kurang tenar, tetapi pantai ini tak kalah cantik dan asyiknya lagi serasa memiliki pantai pribadi. haha.. Seperti yang telah disebutkan tadi, salah satu hambatan yang menjadi pemanis perjalan kami, sepeda motor Yudhi ternyata bermasalah dan beruntung saat itu menemukan bengkel di kawasan jalan yang meliuk seperti ular yang mengitar, pemandangan karst di sana sini dan tentunya kawasan yang tak padat penduduk.